Sosok Malam Hari

Di bukit Sosok aku melihat ketenangan, melihat Jogjakarta dari atas awan, memandangi lampu kelap-kelip gedung dan pesawat. Indah.
Meliuk jalanannya serta berbatu, aku dan teman - teman tetap melaju.
Gelap dan rimbun pohon - pohon menemani langkah kami, doa dan istigfar mengiringi suara mesin motor kami. Maklum, belum pernah melihat ciptaan Tuhan selain manusia, hewan, tumbuhan, dan jagad raya.

Udara dingin pun senantiasa mengikuti, tidak malu tidak ragu. Walaupun begitu, anak - anak kecil tetap pergi kesana - kemari berlarian tanpa henti. Mereka tidak takut jatuh walaupun banyak anak tangga yang lebar.

Dikejarnya kelinci bermata merah saat terkena lampu cahaya. Berwarna putih sedikit kotor karena mereka suka bermain di tanah. Kandangnya luas dan jauh dari rasa lapar. Dia tidak minum kopi seperti kami, kami tidak makan wortel seperti mereka.
Kami tetap doyan sayur tapi tidak untuk saat itu, di bukit Sosok yang usil.
Teman kami hampir mengumpat di tempat yang dingin itu, untung saja belum.
Perkenalan yang kurang elegan dan orang yang sudah mengikat janji dengan kekasih.

Tawa kami terurai seperti bintang malam itu.
Perbincangan kami hangat seperti kopi yang disajikan.
Dan aku tetap merasa seperti sendiri di tengah jagad yang luas ini.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhirnya Sampai Juga

I'll through this

Buku Kosong yang Perlu Diisi